"Muhammadiyah merasa kecewa, karena yang dilakukan presiden SBY saat itu hanya mengubah nama dari BPH Migas menjadi SKK Migas. Isinya sama, tidak melakukan perbuatan yang lain," kata Din, saat membuka Diskusi Publik 'Mendambakan UU Migas Yang Konstitusional' di Kantor Pusat PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (5/6/2015).
Saya menyayangkan statement Pak Din yang betul-betul tidak memahami situasi di dunia migas, ada hadits sahih dari bukhari yang mengatakan jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran. Bagaimana Pak Din bisa mememberikan masukan yang benar mengenai kondisi dunia migas? membedakan antara BPH MIGAS dan BP MIGAS saja tidak bisa. Perlu saya sampaikan bahwa BP MIGAS yang sekarang menjadi SKK MIGAS adalah lembaga pengawas yang menjadi representasi pemerintah untuk mengawasi aktivitas operasi migas di sektor hulu, sedangkan BPH MIGAS melakukan pengawasan disektor hilir.
Saya melihat Pak Din terprovokasi oleh oknum-oknum dari Pertamina yang sangat ingin mengambil wewenang dan fungsi SKK MIGAS menjadi dibawah Pertamina. Justru apabila semua berada dibawah pertamina akan semakin memperburuk kondisi di dunia migas. Saran saya biarkan Pertamina fokus sebagai pemain seperti sekarang ini jangan dijadikan wasitnya juga bahkan seharusnya pemerintah membuat lagi perusahan anak bangsa yang sama persis seperti Pertamina agar ada kompetisi sesama perusahaan anak bangsa dan pertamina tidak menjadi "anak manja" yang selalu ingin diprioritaskan tetapi realisasi dan kinerja nya tidak pernah bagus.
Pertanyaan saya blok mana yg dikelola oleh Pertamina jumlah produksinya meningkat? Justru semuanya turun, padahal sudah bnyak sekali priviledge yang diberikan kepada Pertamina bahkan praktek korupsi di dalam tubuh Pertamina sampai hari ini belum bisa diperbaiki. Momentum revisi UU migas yang sekarang edang digodok di Komisi VII harus memuat mengenai penguatan lembaga pegawas di SKK MIGAS yang berisi kan orang-orang berpengalaman dan tahu kondisi operasional migas tetapi tidak seperti sekarang ini yang tim pengawasnya berisikan menteri-menteri terkit yang notabene tidak memahami detail industri migas.
kontrak-kontrak Blok migas yang sekarang berjalan ini dimana notabene mayoritas dikuasi oleh asing ditanda tangani pada saat masih UU no no 8 tahun 1971 yang semua nya masih dibawah Pertamina, jadi kalau mau diminta pertanggung jawabanya adalah Pertamina sendiri, namun setelah berlakunya UU no 22 tahun 2001 dimana dibentuk BPMIGAS yang sekarang SKKMIGAS barulah semakin banyak bertambah blok-blok Migas di Indonesia dikuasi oleh Pertamina dan Perusahaan-perusahaan swasta milik anak bangsa serta ada istilah "ten persen partisipant" dimana seluruh pemilik blok wajib menawarkan 10 persen saham kepada BUMD lokal. Ini semua adalah hasil produk UU migas No 22.
UU migas No 22 tahun 2001 menurut saya sudah cukup bagus namun harus diakui masih banyak kekurangannya, seharusnya yang bagus-bagusnya kita pertahankan dan yang kurang-kurang kita perbaiki. Justru saya melihat kelompok-kelompok yang ingin mendorong penarikan fungsi SKKMIGAS ke Pertamina adalah kelompok-kelompok yang pro kepada asing karena kepentingannya terganggu dengan semakin banyaknya pemain-pemain lokal yang sudah mulai tumbuh besar diera pengwasan SKK MIGAS dan dibawah rezim UU migas no 22 tahun 2001.(*)
TeropongRakyat adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongRakyat menjadi tanggung jawab Penulis.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #Migas #BP migas #SKK Migas