Oleh Ariady Achmad, Pengamat Sosial-Politik. pada hari Selasa, 28 Jan 2025 - 10:32:21 WIB
Bagikan Berita ini :

Menelisik Akar Masalah Proyek Pagar Laut Tangerang: Melacak Konsekuensi UU Cipta Kerja dan Praktik Bisnis

tscom_news_photo_1738035141.jpg
(Sumber foto : )


Proyek pagar laut Tangerang yang kini memicu kontroversi telah menarik perhatian berbagai pihak, mulai dari Kementerian ATR/BPN yang membatalkan beberapa sertifikat tanah, hingga tuntutan untuk menyelidiki kemungkinan praktik korupsi dan kolusi yang melibatkan pejabat tinggi. Pembongkaran pagar laut dan penyelidikan ini, meski penting untuk mengungkapkan kebenaran, tidak bisa lepas dari analisis mendalam mengenai akar masalah yang mungkin lebih kompleks, yakni kebijakan yang berawal pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Dampak UU Cipta Kerja terhadap Pengelolaan Tanah dan Reklamasi Laut

Salah satu dasar hukum yang menjadi sorotan adalah UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang disahkan dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan dan menciptakan lapangan kerja. Namun, UU ini juga mengarah pada perubahan kebijakan besar mengenai pengelolaan tanah, yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, dan Pendaftaran Tanah. PP ini menggantikan PP sebelumnya dan mengatur ketentuan soal tanah musnah, sebuah ketentuan yang kemudian menjadi celah bagi praktik reklamasi yang dipandang menguntungkan segelintir pihak.

Salah satu ketentuan dalam PP ini menyebutkan bahwa pemegang hak atas tanah yang musnah akibat reklamasi diberikan kesempatan untuk melakukan rekonstruksi atau reklamasi dengan prioritas atas tanah tersebut, bahkan dengan bantuan dana kerohiman jika diperlukan. Ini memberikan keuntungan bagi pengusaha yang memiliki tanah HGB yang terlibat dalam reklamasi laut, seperti yang ditemukan di sekitar proyek pagar laut Tangerang.

Jaringan Bisnis dan Praktik Pengurusan Sertifikat Tanah

Praktik bisnis yang melibatkan pengurusan sertifikat tanah, baik yang berstatus girik/letter C yang kemudian ditingkatkan menjadi SHM (Sertifikat Hak Milik), menjadi bagian dari proses yang menjanjikan keuntungan besar melalui aturan yang ada. Dalam hal ini, PT Intan Agung Makmur (IAM) yang menguasai sebagian besar sertifikat HGB di sekitar kawasan reklamasi ini, ternyata memiliki hubungan erat dengan beberapa tokoh penting, salah satunya Freddy Numberi, yang pernah menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Salah satu masalah utama yang dihadapi dalam kasus ini adalah ketidakjelasan mengenai asal-usul tanah tersebut, yang sebelumnya merupakan lahan daratan yang kemudian terkena abrasi dan diproyeksikan menjadi lahan reklamasi. Meskipun aturan perundang-undangan memberikan prioritas kepada pemegang HGB untuk melakukan reklamasi, terdapat keprihatinan bahwa proses ini bisa melibatkan korupsi dan penyalahgunaan wewenang, terutama terkait dengan pengurusan tanah yang berstatus girik dan letter C yang diubah menjadi SHM, yang selanjutnya dijual ke pihak lain dengan harga tinggi.

Penyelidikan dan Solusi yang Diperlukan

Menanggapi hal ini, berbagai lembaga negara telah mulai mengambil tindakan, dengan Kejaksaan Agung yang menyelidiki kemungkinan pidana dan DPR yang membentuk panitia untuk menelusuri lebih dalam praktek yang terjadi. Meskipun langkah-langkah ini menunjukkan adanya upaya untuk menyelesaikan masalah, beberapa pihak berpendapat bahwa akar masalah tidak hanya terletak pada praktik bisnis atau individu tertentu, tetapi juga pada kebijakan yang mendasarinya.

Untuk mengatasi masalah ini, ada dua langkah yang dapat diambil. Pertama, melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap kebijakan yang mendasari proyek reklamasi ini, terutama terkait dengan kemungkinan adanya dugaan suap atau korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kedua, melakukan revisi atau pembatalan terhadap PP yang mengatur soal reklamasi laut ini, baik melalui upaya politik dengan mencabutnya secara langsung oleh pemerintah baru yang berkuasa, atau melalui uji materiil di Mahkamah Konstitusi.

Namun, penting untuk diingat bahwa penyelesaian masalah ini tidak hanya mengandalkan pada langkah hukum semata. Dialog terbuka antara pemerintah, masyarakat, dan sektor bisnis sangat diperlukan untuk menemukan solusi yang berkeadilan dan tidak merugikan pihak-pihak yang tidak terlibat dalam praktik bisnis yang tidak sehat. Pembatalan atau perubahan kebijakan, jika diperlukan, harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap pembangunan yang berkelanjutan dan kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Kesimpulan

Proyek pagar laut Tangerang adalah contoh konkret dari bagaimana kebijakan yang tidak tepat dapat membuka peluang bagi praktik yang merugikan masyarakat dan mengancam kedaulatan negara. Meskipun tindakan hukum dan penyelidikan sudah dilakukan, langkah-langkah tersebut harus disertai dengan evaluasi terhadap kebijakan yang ada, untuk memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi rakyat Indonesia. Pemerintah, baik yang sedang berkuasa maupun yang akan datang, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa kebijakan dan keputusan yang diambil berpihak pada kepentingan rakyat, serta menjunjung tinggi prinsip keadilan dantransparansi.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

Bau Korupsi Pagar Laut

Oleh Cak AT (Ahmadie Thaha)
pada hari Kamis, 30 Jan 2025
Di negeri bernama Indonesia yang entah kenapa sering disebut konoho, sebuah kasus unik sedang mencuri perhatian. Ceritanya dimulai dari pagar laut sepanjang 30 kilometer di perairan Kabupaten ...
Opini

Jangkrik Bos

Bayangkan ini: Anak-anak berhamburan dari kelas, berlari menuju ruang makan, duduk manis, lalu membuka kotak makan siang dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Alih-alih ayam goreng atau ikan ...