(TEROPONGSENAYAN) - Sebenarnya siapa saja yang berhak menerima zakat? Mustahiq zakat atau orang-orang yang berhak menerima zakat terdiri dari 8 golongan, sesuai dengan firman Allah dalam Surat At-Taubah Ayat 60. “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah (orang yang berjihad) dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah: 60).
Selain kita diperintahkan melaksanakan zakat, Allah dan Rasulullah juga mengancam orang-orang yang menolak menunaikan ZIS (Zakat Infaq Sedekah). Allah SWT memperingatkan orang yang menolak membayar zakat dengan berfirman, “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka: ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu,” (At-Taubah: 34-35).
Begitu pedih ancaman dari Allah bagi orang-orang yang menolak membayar zakat harta bendanya. Mengenai ancaman tersebut, Rasulullah SAW juga bersabda, “Tidak seorangpun yang memiliki simpanan, kemudian ia tidak mengeluarkan zakatnya, pasti akan dipanaskan simpanannya itu di atas jahanam, dijadikan cairan panas yang diguyurkan di lambung dan dahinya, sehingga Allah berikan keputusan di antara para hamba-Nya di hari yang lama seharinya sekitar lima puluh ribu tahun, sampai diketahui ke mana perjalanannya, ke surga atau neraka.” (HR. Asy-Syaikhani). Begitu sabda Rasulullah SAW yaitu simpanannya akan dipanaskan dan dijadikan cairan yang diguyurkan di lambung dan dahinya selama lima puluh ribu tahun. Dalam hadist lain, Rasulullah SAW juga bersabda, “Demi Allah, kalau seandainya mereka tidak mau membayar zakat walaupun hanya berupa anak unta betina yang di masa Rasulullah mereka selalu membayarkannya, niscaya akan kuperangi mereka karena pengingkarannya tersebut.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadist tersebut, Nabi Muhammad akan memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat. Dalam Surat At-Taubah ayat 103, Allah berfirman: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu menumbuhkan ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (At-Taubah: 103).
Allah berfirman, “Hai orang-orang yg beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yg pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yg zalim.” (Al Baqarah : 254).
Yang dimaksud Syafaat diatas ialah usaha perantara dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. Melalui ayat diatas Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya supaya menginfakkan sebagian dari apa yang telah Dia karuniakan kepada mereka dijalan-Nya, yaitu jalan kebaikan.
Di dalam Al-Qur’an termaktub hendaklah kita menyedekahkan sebagian dari harta yang kita miliki. Entah berapa kali kata ‘sebagian’ itu disebutkan. Jika ‘sebagian kecil’ berarti sekitar 5-10% Jika ‘setengah’ berarti 50% Jika ‘sebagian besar’ berarti sekitar 60-90% Dalam surat-surat diatas disebutkan ‘sebagian’ dari harta kita yang berarti berkisar antara 20-40%. “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman : Hendaklah mereka mendirikan Sholat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.” (Ibrahim : 31).
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 261) Artinya, minimal 700 kali lipat ganjaran dari Allah SWT bagi siapa pun yang membelanjakan hartanya di jalan Allah.
Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada ALLAH pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat gandakan (ganjaranya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” ( QS. 57:18 ). Nabi berpesan, “Tidaklah berkurang harta dikarenakan sedekah!” Khalifah Abu Bakar Shidiq pernah bersedekah 100% dari hartanya. Khalifah Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Pancinglah rezeki dengan bersedekah”.
Sedekah itu pasti dibalas. Itulah janji Allah. Berapapun sedekah pasti dibalas dan dilipatgandakan. Tidak jadi soal apakah ikhlas ataupun tidak, beriman ataupun tidak. Buktinya banyak hartawan yang dermawan menjadi semakin kaya padahal mereka atheis yang hampir tidak ada istilah ikhlas dan iman. Padahal tujuan mereka bersedekah kadang cuma untuk mengangkat merk dan mengurangi pajak. Bahkan malaikat pun bisa disogok dengan sedekah.
Pernah diriwayatkan, dahulu Nabi Ibrahim pernah diberitahu oleh Malaikat Maut bahwa sahabatnya akan meninggal keesokan harinya. Itulah takdirnya. Ternyata keesokan harinya si pemuda masih hidup dan terus hidup sampai usia 70 tahun. Apakah yang menyebabkan dia tidak meninggal? Nabi Ibrahim menanyakan penyebabnya kepada Malaikat Maut, maka dijawab oleh Malaikat Maut, “Memang aku hendak mencabut nyawanya, namun malam itu ia menyedekahkan setengah hartanya. Lalu Allah pun mengubah takdirnya. Allah memanjangkan umurnya.” Zakat untuk menjaga harta, dan sedekah dapat meningkatkan harta. Misalkan harta kita Rp. 100, jika kita tidak sedekah nilainya akan merosot, jika kita berzakat akan tetap menjadi Rp 100, sedangkan sedekah akan meningkat lebih dari Rp 100. Bisa dibilang, zakat itu proteksi dan sedekah itu investasi.(*)
Selamat menunaikan ibadah puasa 1436 H, mari jadikan Ramadhan sebagai sarana Pendidikan untuk membentuk pribadi yang berkualitas.