JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Peristiwa penyerangan dan pembakaran sebuah masjid di Tolikara, Papua, terus menjadi sorotan. Apalagi pembakaran itu dilakukan saat umat Islam tengah melaksanakan shalat Idul Fitri 1436 H.
Salah satu yang mengemuka adalah rumor adanya Peraturan Daerah (Perda) yang diskriminatif di daerah tersebut. Sebab Perda tersebut di antara isinya melarang umat Islam membangun tempat ibadah. Alasannya karena tempat ibadah agama lain, yakni milik Gereja Injil Di Indonesia (GIDI) sudah terlebih dahulu dibangun.
Bahkan hal ini juga sudah diakui sendiri oleh Bupati Tolikara yang menyebutkan masyarakat mayoritas. Selain itu kata Bupati, kelompok GIDI disebutnya terlebih dahulu menempati daerah itu.
Tak ayal, keengganan bupati membiarkan Perda itu dinilai sebagai satu efek dari pemilihan umum kepala daerah secara langsung serta otonomi daerah, yakni bertebarannya peraturan daerah yang, dalam bahasa Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, tidak Pancasilais.
Menurut Tjahjo, banyak calon kepala daerah, ketika berkampanye, mengeluarkan berbagai janji, termasuk menerbitkan Perda diskriminatif sekalipun, yang penting ia bisa terpilih.
Benarkah apa yang dikatakan Tjahjo ini? (iy)