JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pantauan lapangan yang dilakukan tim Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI tentang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,6 hektar oleh Pemprov DKI Jakarta menghasilkan beberapa catatan.
Ketua Pansus DPRD DKI tentang LHP BPK Triwisaksana mengatakan ada empat syarat kajian teknis yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI untuk pembelian lahan RS Kanker dan Jantung. Namun, keempat syarat itu ternyata tidak diindahkan.
Sani, panggilan akrab Triwisaksana menyebut, empat syarat yang harus dipenuhi Pemprov DKI sebelum memutuskan membeli lahan yaitu, pertama, harus ada akses ke jalan raya atau jalan besar menuju ke Jalan Kyai Tapa. Kedua, lahan harus siap bangun. Ketiga, lahan bebas banjir, dan terakhir, akses jalan harus besar. Tetapi, kata Sani, keempat kajian teknis dari Dinkes DKI ini tidak dipenuhi sama sekali saat membeli pembelian lahan RS Sumber Waras.
"Kami berkesimpulan, pembelian lahan ini sangat dipaksakan. Pemprov DKI terlalu terburu-buru membeli lahan ini, tanpa memperhatikan lagi kajian teknis dari Dinkes itu,” kata Sani usai melihat lokasi lahan RS Sumber Waras, di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat, Rabu (19/8/2015).
Ia menjelaskan, syarat utama kajian teknis Dinkes DKI adalah lahan yang dibeli harus memiliki akses ke jalan raya atau jalan ke Kyai Tapa. Selain itu, dalam usulan anggaran yang disetujui DPRD DKI, adalah anggaran untuk pembelian tanah di Jalan Kyai Tapa.
Pada kenyataannya, lahan yang dibeli justru lahan yang mengarah ke Jalan Tomang Utara atau di sisi kiri RS Sumber Waras. Sementara lahan tersebut sangat jauh dari akses jalan masuk. Karena akses jalan masuk ke Jalan Kyai Tapa ada di lahan sisi kanan RS Sumber Waras. Justru dalam LHP BPK, akses jalan yang bersinggungan dengan tanah yang dibeli itu adalah Jalan Tomang Utara, bukan Jalan Kyai Tapa.
“Sayangnya, akses jalan masuk ke Kyai Tapa itu ada di sisi kanan. Nah lahan sisi kanan itu sekarang masih dalam sengketa. Kalau nanti ternyata RS Sumber Waras kalah, lalu pemenang sengketa menutup akses jalan, bagaimana dong? Nggak ada akses ke jalan besar. Ini syarat pertama yang tak terpenuhi,” jelas Sani.
Tidak hanya itu, lanjut Sani, syarat kedua pun tak terpenuhi, yaitu lahan yang dibeli harus siap bangun untuk RS Kanker dan Jantung. Namun, pihak RS Sumber Waras mengaku butuh waktu sekitar dua tahun untuk memindahkan seluruh kegiatan rumah sakit ke gedung baru mereka. Setelah itu, pembangunan RS Kanker dan Jantung baru dapat dimulai.
Oleh karena itu, Sani yang juga Wakil Ketua DPRD DKI ini memperkirakan, RS Kanker dan Jantung nanti baru bisa dioperasionalkan dalam lima tahun ke depan. Hal tersebut lagi-lagi tidak sesuai dengan syarat kajian teknis Dinkes yang mengatakan harus siap dibangun dengan segera. Akibatnya, pembangunan belum bisa dilakukan, karena lahan yang dibeli DKI masih digunakan untuk operasional RS Sumber Waras. Mereka butuh waktu mengosongkan seluruh kegiatan operasional RS, mengurus izin dan merobohkan minimal dua tahun.
"Bila ditambah dengan waktu pembangunan, maka kita prediksikan lima tahun RS Kanker baru bisa dioperasionalkan. Ini yang disayangkan DPRD, kenapa syarat siap bangun tak terpenuhi, ternyata memakan waktu yang cukup panjang untuk pembangunannya,” jelas Sani dengan nada kecewa.
Begitu juga dengan syarat ketiga, yaitu lahan bebas banjir. Sani menegaskan, bahwa lahan yang dibeli oleh Pemprov DKI ini tidak bebas banjir. Bila terjadi banjir di Jakarta, maka otomatis lahan itu akan terkena banjir.
“Syarat terakhir pun juga tidak terpenuhi, yaitu tanah yang dibeli harus memiliki akses jalan yang besar, satu-satunya akses malah lahannya masih sengketa” tandasnya. (mnx)