Kita patut mengapresiasi pidato Megawati Soekarnoputri dalam Hari Konstitusi di Parlemen tanggal 18 Agustus. Sebab Ketua Umum PDIP ini secara substansi memperlihatkan kegelisahan terhadap perjalanan sistem ketatanegaraan pasca reformasi.
Mega yang juga Presiden RI ke 5 itu menilai perjalanan sistem ketatanegaraan jauh melenceng dari filosofis didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sistem yang terjadi jauh dari cita-cita dan keinginan para pendiri bangsa ini.
Megawati rindu MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang memiliki kewenangan utuh, kembalinya GBHN, demokrasi yang sesuai dengan iklim Indonesia, dll. Tentunya kegelisahan seorang Megawati tidak berhenti pada teks pidato, tapi harus diaktualisasikan dalam bentuk tindakan nyata.
Kekacauan sistem bernegara saat ini adalah buah dari pemberlakuan UUD Amandemen. Amandemen UUD 1945 ke-1 hingga ke-4 yang dilakukan MPR telah merubah total kiblat bangsa sebagai negara liberal sehingga berpotensi membawa terjadinya disintegrasi bangsa.
TAP MPR merupakan Aturan Dasar Negara (staatsgrundgesetz). Namun TAP MPR Amandemen UUD 1945 secara prosedural dan substantif telah melanggar Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Adminitrasi Negara (HAN). Sehingga jika tidak memenuhi HTN dan HAN sebagai Aturan Dasar Negara maka TAP MPR Amandemen UUD tidak mengikat bagi rakyat Indonesia.
Prakteknya, elit politik kita telah melakukan pembiaran dan menikmati pragmatisme konstitusional dengan pemberlakuan UUD Amandemen. Praktek ilegal dilakukan MPR RI periode 1999-2004 dengan menabrak TAP MPR RI No II dan TAP MPR RI No IV tentang GBHN.
Sebagai Haluan Negara maka GBHN1999-2004 menjadi guidance bagi penyelenggara negara untuk menjalankan amanah rakyat, yang di dalamnya tak ada guidance untuk melakukan amandemen UUD 1945.
Tapi MPR RI justru telah melampaui kewenangan yang pada akhirnya saat ini kita dihadapkan pada kesemrawutan sistem ketatanegaraan dengan hanya membentuk TAP MPR No IX tentang Badan Pekerja MPR RI untuk melanjutkan amandemen UUD. Inilah pengkhianatan terbesar MPR RI 1999-2004 terhadap Proklamasi 45, Pancasila dan UUD 1945.
Maka Hentikan Pemberlakuan UUD Amandemen dan KEMBALILAH PADA UUD 1945 (untuk disempurnakan).(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #UUD 45 #gigih guntoro #amandemen