JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Seorang kepala daerah tidak dibenarkan melakukan pengajuan anggaran tanpa persetujuan rakyat. Hal itu disampaikan pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis dalam menilai kepemimpinan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada diskusi bertema APBD DKI, SIAPA SEBENARNYA YANG BEGAL? di Cafe PENUS Cikini Raya, Jakarta Pusat, Senin (9/2/2015).
Margarito mempertanyakan proses pengajuan APBD DKI 2015 oleh Ahok tanpa persetujuan DPRD DKI. Ia menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap peraturan undang-undang.
"Dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, DPRD memiliki hak dan mengajukan usul yang bisa merubah nomenklatur anggaran. Juga Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 (UU MD3) tentang DPR RI, MPR RI, DPD RI dan DPRD yang sama isinya. Karena itu tidak ada alasan secara hukum," ujar Margarito.
Mantan staf khusus Menteri Sekretaris Negara itu menyebut ada tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Ahok, dan langkah orang nomor satu di DKI Jakarta tersebut sebagai sebuah pelecehan terhadap sistem demokrasi.
Lebih lanjut dia menganalogikan perilaku kepemimpinan Ahok seperti sistem kerajaan absolut otoriter."Hanya kerajaan absolut, pemimpin mengambil uang tanpa persetujuan rakyat. Rakyat dibebani memberikan uang (melalui pajak), sedangkan raja sesukanya dan kapan saja menggunakan uang itu untuk sesuai keinginannya. Dan kita semua adalah budak yang ada dalam lingkaran imperium," tandasnya.
Pengajuan APBD DKI Jakarta 2015 yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama ke Kementerian Dalam Negeri menuai reaksi dari anggota DPRD DKI. Ahok dituding telah mengajukan anggaran tersebut dalam bentuk e-budgeting yang bukan hasil pembahasan dengan anggota dewan daerah DKI.(yn)