JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi meminta Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno segera memberi kepastian terkait kelanjutan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang reklamasi Teluk Jakarta.
Saat ini, kata Pras, panggilan akrabnya, DPRD DKI menunggu langkah lanjutan dari Pemprov DKI pasca penyegelan 932 bangunan di pulau D milik PT Kapuk Naga Indah (PT KNI).
Apalagi, Anies telah menerbitkan Peraturan Gubernur No 58/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Mudah-mudahan dengan Pergub 58/2018, (pembahasan raperda reklamasi) bisa dilanjutkan lagi karena (itu) investasinya enggak kecil, ratusan triliun rupiah. Apakah itu (bangunan) harus dihancurkan? Saya kira perlu dipikirkan jalan keluarnya," kata Pras, Jakarta, Kamis (21/6/2018).
Politisi PDI-P tersebut mengatakan, kepastian bagi investor, khususnya di sektor properti di Ibu Kota, harus menjadi perhatian pemerintah.
Meski proyek reklamasi diliputi pro-kontra, Pras menilai, masyarakat Jakarta tetap butuh reklamasi karena jumlah penduduk dan pendatang yang terus bertambah.
Menurutnya, saat ini daratan di Jakarta sudah terlampau padat sehingga dibutuhkan tempat baru untuk menampung penduduk.
Walau sempat tertunda, pembahasan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) serta Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta harus dilanjutkan.
Pembahasan dua beleid tersebut sempat maju-mundur lantaran adanya kasus suap yang dilakukan salah satu anggota DPRD DKI dengan salah satu pengembang proyek reklamasi.
Pras juga mengatakan salah satu alasan dewan enggan melanjutkan pembahasan lantaran terkait pasal tentang kontribusi tambahan.
Mengacu pada draf Raperda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura, Pasal 116 ayat (11) berisi tambahan kontribusi dihitung sebesar 15% dari nilai jual objek pajak (NJOP) total lahan yang dapat dijual (saleable area).
Padahal, menurutnya, pasal kontribusi tambahan tersebut juga memberikan keuntungan atau pendapatan tambahan bagi Pemprov DKI.
"Konstribusi 15% dari 5.000 hektardapetberapa PAD? 160 triliun pendapatan kita. Apakah ini enggak diselamatkan? Masyarakat jugadapetkok tempatnya, di mana kampung nelayan atau rusun nelayan," jelas Pras.
Dia menuturkan dengan adanya aturan yang jelas soal zonasi dan penetapan kawasan bagi nelayan justru akan memperbaiki wajah kawasan pesisir Jakarta yang saat ini terkesan kumuh dan tak terawat.
"Jakarta ini Ibu Kota negara, metropolitan. Kalau dibuat kumuh pantai pesisir begitu kumuh begitu aja kan kasian juga mereka kalau kena rob air laut," ujar Pras. (Alf)