JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wacana politik gentong babi kian kencang menjelang pelaksanaan Pilkada serentak 2015. Dana gelondongan yang berasal dari APBD pun dianggap 'lebih empuk' dimanfaatkan para koruptor.
Lalu seharusnya dari mana biaya Pilkada serentak? Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan meragukan pelaksanaan Pilkada serentak jika menggunakan anggaran APBD.
"Saat ini kan masih APBD, ya kita harus selesaikan hal itu, dan itu tugas Kementerian Dalam Negeri untuk menuntaskan. Dari awal konstruksi pembiayaan APBD sudah saya katakan bermasalah," kata Arteria kepada TeropongSenayan, di Jakarta, Rabu (3/6/2015).
Ia berpandangan, seharusnya biaya Pilkada serentak bersumber dari APBN. Hal itu penting dilakukan agar terdapat kepastian hukum, pembiayaan, dan kepastian penyelenggaraan.
"Itu juga menjaga kemandirian penyelanggara pemilu. Kalau dari APBD, akan ada benturan kepentingan antara aspek anggaran dengan aspek penyelenggaraan yang mengakibatkan KPU berpotensi untuk tidak mandiri, karena ada gubernur, bupati dan atau wali kota incumbent dan pasangan calon yang kaya," tandas dia.
Selain itu, lanjut dia, walau pilkada masuk ke dalam revival hukum pemilu masih dalam polemik, tapi negara harusnya berperan aktif untuk memastikan dan menjamin bahwa Demokrasi di daerah harus tetap bermartabat, terhormat dan menghasilkan Pemimpin yang benar-benar pilihan rakyat.
Saat ditanya formulasi seperti apa yang seharusnya dilakukan pemerintah terkait Pilkada, Arteria mengatakan bahwa seharusnya pemerintah menerapkan standarisasi pembiayaan Pilkada.
"Ya secara sederhana terapkan saja konstruksi pendanaan Pilkada via APBN. Lalu modifikasi diperbolehkan terkait alat peraga pilkada. Jadi acuan besaran belanja kan bisa kita lihat, sehingga tidak ada lagi bahasa terlalu mahal dan tidak efisien," jelasnya.
"Saat ini utamakan pilkada serentak sukses dulu, baru bicarakan efisien. KPU harus nyaman bekerja, kan ada audit, kalau menyimpang baru tidak tegas, tapi tidak fair untuk bilang tidak efisien kalau tidak ada standard biaya dan belanja, kasihan KPU dan Bawaslu. Sudah dilakukan disintegritas yang menurut saya membahayakan penyelenggaraan Pilkada." (iy)