Oleh Ariady Achmad pada hari Jumat, 31 Jan 2025 - 01:08:02 WIB
Bagikan Berita ini :

Pragmatisme Politik di Indonesia: Adaptasi atau Oportunisme?

tscom_news_photo_1738260482.jpg
(Sumber foto : )

Dalam lanskap politik Indonesia, perpindahan tokoh dari satu pemerintahan ke pemerintahan lainnya bukanlah hal baru. Salah satu kasus yang menarik perhatian publik adalah perjalanan politik Budi Arie Setiadi, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) di kabinet Presiden Joko Widodo, dan kini diangkat sebagai Menteri Koperasi dan UKM di kabinet Presiden Prabowo Subianto. Pergeseran ini menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai dinamika politik Indonesia dan dampaknya terhadap kepercayaan publik.

Dinamika Perpindahan dan Tantangan Integritas

Budi Arie Setiadi dikenal sebagai Ketua Umum Projo, organisasi relawan yang mendukung Joko Widodo sejak pemilu 2014. Selama menjabat sebagai Menkominfo, ia menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah maraknya perjudian online. Kementerian yang dipimpinnya melaporkan telah memblokir lebih dari 60.000 konten perjudian online dalam beberapa bulan masa jabatannya. Namun, kasus ini kembali mencuat ketika pada Desember 2024, ia diperiksa oleh Bareskrim Polri sebagai saksi terkait dugaan keterlibatan beberapa oknum di Kementerian Digital (sebelumnya Kominfo) dalam kasus perjudian online. Dalam pernyataannya, Budi Arie menegaskan bahwa kehadirannya di Bareskrim adalah bagian dari tanggung jawabnya sebagai warga negara yang taat hukum.

Setelah ditunjuk sebagai Menteri Koperasi dan UKM dalam pemerintahan Prabowo Subianto, Budi Arie diketahui mengunjungi kediaman Joko Widodo. Hal ini memunculkan spekulasi di publik mengenai motif pertemuan tersebut, mengingat Projo dikenal sebagai kelompok relawan yang loyal terhadap Jokowi. Beberapa pihak mempertanyakan apakah perpindahan ini merupakan bagian dari strategi politik yang lebih luas atau sekadar bentuk kesinambungan kepemimpinan.

Pragmatisme Politik: Antara Fleksibilitas dan Transaksi Kekuasaan

Perpindahan tokoh politik dalam pemerintahan sering kali dikaitkan dengan pragmatisme, yaitu kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan politik demi menjaga stabilitas dan kesinambungan kebijakan. Namun, pragmatisme yang berlebihan juga bisa menimbulkan persepsi negatif di masyarakat. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam melihat fenomena ini:

1. Kepercayaan Publik terhadap Pemerintahan
Perubahan posisi politik yang cepat tanpa justifikasi yang jelas dapat menimbulkan skeptisisme di masyarakat. Publik dapat melihat politik bukan lagi sebagai perjuangan ide dan nilai, tetapi lebih sebagai arena kompromi elite.


2. Stabilitas Kebijakan dan Konsistensi Pemerintahan
Ketika seorang pejabat berpindah posisi dalam pemerintahan, pertanyaan yang muncul adalah apakah kebijakan yang dibuat tetap berorientasi pada kepentingan rakyat atau sekadar mengikuti dinamika kekuasaan. Dalam konteks Budi Arie, apakah kepemimpinannya di Kementerian Koperasi dan UKM akan membawa kesinambungan kebijakan atau justru perubahan arah?


3. Budaya Politik Transaksional
Jika perpindahan tokoh dalam pemerintahan lebih didasarkan pada pertimbangan politik dibandingkan kompetensi, hal ini dapat memperkuat budaya politik transaksional yang menghambat demokrasi yang sehat. Masyarakat berhak mengetahui apakah keputusan ini benar-benar berdasarkan kebutuhan negara atau hanya bagian dari negosiasi politik.

Kesimpulan

Pragmatisme dalam politik bukanlah sesuatu yang sepenuhnya negatif. Dalam banyak situasi, fleksibilitas politik diperlukan untuk menjaga stabilitas pemerintahan dan memastikan kesinambungan kebijakan. Namun, ketika pragmatisme lebih menonjol daripada prinsip dan transparansi, kepercayaan publik bisa menjadi taruhannya.

Dalam kasus Budi Arie, perpindahannya dari Menkominfo ke Menteri Koperasi dan UKM mencerminkan kompleksitas politik Indonesia. Bagi sebagian pihak, hal ini adalah strategi bertahan dalam dinamika kekuasaan. Namun, bagi masyarakat luas, penting untuk terus mengawal transparansi dan akuntabilitas pemimpin agar setiap keputusan yang diambil benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat.

Masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga integritas demokrasi dengan terus mengkritisi kebijakan dan keputusan politik yang diambil oleh para pemimpin. Hanya dengan keterbukaan dan akuntabilitas, kepercayaan terhadap sistem pemerintahan dapatterusterjaga.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

TNI-Polri, Pilar Negara yang Harus Profesional dan Netral

Oleh Ariady Achmad, Pemerhati kebijakan publik
pada hari Kamis, 30 Jan 2025
Dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri kamis 30 Januari 2025 di Jakarya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa salah satu ciri negara gagal adalah tidak efektifnya kerja TNI dan Polri. Ia juga ...
Opini

Strategi Politik Jokowi dan Dinamika Menuju 2029

Jakarta – Peta politik Indonesia terus mengalami perubahan seiring dengan persiapan transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke presiden terpilih Prabowo Subianto. Di tengah ...