Opini
Oleh La Ode Ida pada hari Selasa, 07 Jul 2015 - 11:58:37 WIB
Bagikan Berita ini :

Cueknya Presiden Jokowi

22Sarapan-pagi-2.jpg
Kolom Makan Siang Bareng La Ode Ida (Sumber foto : Ilustrasi/TeropongSenayan)

Spionase Presiden Jokowi tampaknya benar-benar jeli dalam mengintai aktivistas dan bahkan celetukan para pembantunya. Itu terbukti dengan diketahuinya beberapa oknum menteri yang mengeluarkan kata-kata atawa kalimat “menghina atasanya”.

Semula, dikabarkan ada seorang menteri yang melakukan itu, namun ternyata terungkap lagi satu menteri dan seorang lainnya pejabat setingkat menteri. Begitu kira-kira temuan spionase itu.

Saya, dan barangkali juga pembaca yang budiman, belum tahu cara memperoleh informasi itu, apakah penyadapan seperti yang dilakukan para penyidik KPK atau bocoran dan teman bicara oknum menteri itu.

Tentu hal ini tak penting. Yang pasti, konon, bukti “menghina” itu dimiliki. Presiden Jokowi mungkin juga sudah dilaporkan tentang kelakuan pembantunya itu, atau setidaknya peroleh berita dari media massa.

Oknum Menteri yang diduga menghina ‘Boss-nya’ itu, setidaknya satu orang, dikabarkan sudah mengklarifikasinya, dengan menyatakan “itu tak benar”. Entahlah. Kita tak perlu urus pembelaan itu.

Apalagi ini bulan suci Ramadhan, jangan sampai kita suudzon pada orang lain, di mana itu, bagi orang Islam yang beriman, diyakini sebagai dosa dan sekaligus bisa menihilkan nilai ibadahnya. Toh kalaupun ada kebohongan baik dari aktor spionase maupun yang ‘tertuduh’, mereka sendiri yang tanggung sanksi moral-religinya.

Namun yang menarik adalah tuduhan menghina Presiden itu justru dibesar-besarkan dalam momentum perbincangan luas tentang perlunya reshufle. Sudah jelas targetnya: “oknum pembantu pelakunya harus diganti”. Secara sosial budaya memang sangat tidak etis jika seorang pembantu menghina majikannya, di mana pun itu.

Maka, dengan argumen “ahlak dan moral” itulah masuknya kepentingan politik dari para pesaing menteri itu. Maklum, namanya juga jabatan menteri, pasti banyak yang ngiler, sehingga menggunakan berbagai cara diupayakan untuk menjadikannya tersingkir dan kemudian diganti oleh figur lain.

Pertanyaannya, kalau pun benar “temuan spionase” itu, apakah Presiden Jokowi merasa terhina? Apakah juga akibatnya akan menyingkirkan para pembantunya itu melalui reshufle (kalu jadi) dalam waktu dekat ini?

Pertanyaan-pertanyaan di atas tentu hanya beliau yang bisa menjawabnya. Namun, terkait istilah “hina menghina” ini, saya kira Jokowi sudah sangat sering mengalaminya. Di era kampanye piplpres saja, misalnya, serangan terhadapnya sangat bertubi-tubi, bahkan sampai hari-hari ini baik dilakukan dalam forum-forum diskusi, media sosial, sampai tersebar melalui media online. Tetapi rasanya beliau tidak ambil sikap peduli.

Pasti kita masih ingat Tabloid OBOR RAKYAT yang tercetak banyak dan beredar luas dengan isi berupa serangan, fitnah dan atau hinaan terhadap mantan Walikota Solo itu. Namun hingga kini aktor-aktor di balik tabloid “abal-abal temporer” itu tak pernah diproses secara hukum. Bahkan, justru ada di antara mereka yang terpromosikan sebagai pejabat eselon di suatu kementerian dan sekaligus masih tetap menikmati posisi komisaris di BUMN.

Begitu juga sejumlah tokoh parpol atau parpol yang dulunya berhadapan dan juga ‘menguliti’ sosok Jokowi, malah justru sekarang berupaya merapat untuk minta jatah di kabinet. Dan barangkali juga temuan ‘menteri yang hina Presiden’ itu merupakan bagian dari intrik jahat untuk di satu sisi ingin menyingkirkannya dan sisi lain siap-siap menawarkan kader parpol sebagai pengganti. Ini menunjukkan bahwa sebagian elite di negeri ini memang sudah tak punya rasa malu lagi.

Begitulah barangkali karakter Jokowi. Para pengkritik dan penghinanya dianggap biasa saja. Apalagi ini era reformasi, era demokrasi di mana kebebasan berekspresi bagi setiap warga negara sangat dijamin oleh konstitusi.

Maka tak heran kalau yang gelisah justru mereka-mereka yang sejak awal mendukung dan terlibat dalam mengkampanyekan Jokowi. Pasalnya, Jokowi adalah seorang presiden dari negara besar yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, dan juga masih bertimbun tebalnya figur-figur yang loyal nan bermoral, beretika tinggi dalam hubungan atasan-bawahan.

Tetapi sebagai pemimpin bangsa, Jokowi tentu tak boleh langsung percaya pada informasi dari para spionase itu. Ia harus melakukan recheck pada yang bersangkutan. Pada tingkat itu, setelah dipastikan ‘benar tidaknya’, maka selanjutnya putusan ada di tangan Sang Majikan.

Tentu terlalu jauh untuk meminta Jokowi mengambil tindakan yang sama dengan Nabi Muhammad (Rasulullah) yang tidak memberi sanksi apapun terhadap orang-orang kafir yang menghinanya.

Karena, barangkali, jika mantan Gubernur DKI Jakarta itu tetap bersikap permisif, maka bukan mustahil akan jadi bagian dari kegelisahan batin dari para pendukungnya, yang pada tataran sosial politik akan berimplikasi pada benih-benih instabilitas.

Sikap apa yang diambil Jokowi? Wallahua’lam bissawab.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #Kolom  #Makan Siang  #la ode ida  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Tidak Ada Kerugian Negara Dalam Pemberian Izin Impor Gula 2015: Ilusi Kejagung

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Senin, 04 Nov 2024
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong telah menyalahgunakan wewenang atas pemberian izin impor Gula Kristal Mentah tahun 2015 kepada perusahaan swasta PT AP, sehingga merugikan keuangan ...
Opini

Paradoksnya Paradoks

Ketika Prabowo Subianto berbicara tentang pentingnya pemerintahan yang bersih dan tegaknya keadilan di Indonesia, semangatnya tampak membara. Gema suaranya seolah beresonansi dengan berbagai tokoh ...