Opini
Oleh La Ode Ida pada hari Senin, 26 Okt 2015 - 13:02:09 WIB
Bagikan Berita ini :

Mengapa Pemerintah Membiarkan PNS Melanggar Tugas Pelayanan Publik?

580e3e778e7b0003f4b7e0051f76bfe9c1ea46d5b.jpg
Kolom Santai Siang Bareng La Ode Ida (Sumber foto : Ilustrasi/TeropongSenayan)

Pagi ini saya ditelpon oleh seorang teman yang agaknya sedang menulis disertasi tentang Pelayanan Publik (PP). Dia tahu kalau saya sangat peduli dengan hal itu.

Namun saya kaget ketika ia menyatakan bahwa saya ternyata tak tahu kalau sudah terus menerus terjadi pelanggaran UU tentang PP (UU nomor 25/2009) dan terus dibiarkan hingga sekarang, khususnya terkait larangan terhadap pelaksana PP (pasal 17 poin a).

Saya cek di dalam UU-nya, dan ternyata benar. Saya sedikit merasa malu pada teman itu. Saya berkesimpulan: ini bagian dari korupsi. Harus ada sanksi termasuk mengembalikan uang negara yang telah diterima para pelanggarnya.

Pasal 17 poin a. UU no 25 tahun 2009 tentang PP tegas dan jelas tertulis : pelaksana dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Yang dimaksud pelaksana PP adalah pejabat, pegawai, petugas dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik (pasal 1 ayat 5).

Saya coba sampaikan catatan ke Bu Eva Sundari via WA, karena saya anggap beliau figur yang cukup dekat dengan penguasa sekarang. Apalagi beliau dari PDIP.

Beliau katakan: "betul..., Eselon I banyak, tapi katanya unsur pemerintah memang ada kuota. Gak ngerti aturannya".

Saya katakan pada beliau: "Wakil pemerintah bukan berarti harus PNS atau pejabat struktural. Dan tak boleh ada pembiaran terhadap pelanggaran UU".

Kenyataan pembiaran itu sangat sulit dimengerti. Beberapa kemungkinan untuk itu. 1) pemerintah tak tahu atau tak sadar kalau ada pelanggaran UU yang terus dibiarkan, karena memang sudah kebiasaan dari dulu para pejabat struktural diberi jatah untuk kumpulkan harta melalui rangkap jabatan.

2) Menpan dan RB tutup mata pura-pura tak tahu. 3) DPR tak sadar bahwa UU yang dibuatkan sudah terus dilanggar oleh pelaksana PP. Dan 4) para komisoner Ombudsman telah lalai dalam tugas pokoknya melakukan pengawasan terhadap PP.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #Kolom  #Makan Siang  #la ode ida  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Pelemahan Nilai Tukar Rupiah perlu Jalan Tengah

Oleh Ajib Hamdani (Analis Kebijakan Ekonomi Apindo)
pada hari Rabu, 22 Jan 2025
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Memasuki Bulan Januari  2025, kondisi ekonomi nasional dihadapkan dengan tantangan berupa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Pergerakan nilai tukar hampir ...
Opini

Debt Switch Surat Utang Negara Melanggar Undang-Undang, Diancam Pidana Penjara 20 Tahun

Sepuluh tahun terakhir, kondisi keuangan negara semakin tidak sehat. Utang pemerintah membengkak dari Rp2.600 triliun (2014) menjadi Rp8.700 triliun lebih pada akhir 2024.  Yang lebih ...