Kita semua harus mengutuk kekerasan berupa pembakaran rumah ibadah (gereja) di Singkil, Aceh. Karena itu bertentangan dengan konstitusi, Pancasila, dan nilai-nilai HAM universal.
Tapi kita tak boleh hanya menyalahkan, melainkan harus instrospeksi atas kebijakan yang berlaku, dan contoh kasus-kasus yang terjadi di daerah lain, dan sekaligus cara penyelesaian masalahnya yang cenderung tak berkeadilan.
Pasti kita masih ingat peristiwa di Tolikara, Papua, pada Idul Fitri lalu, di mana warga muslim bukan saja dilarang sholat Ied melainkan juga fasilitas ekonomi dan dan rumah ibadah mereka dibakar dan atau terbakar karenanya.
Pelaku dari pihak gereja GIDI pun tak dikenakan sanksi apapun hingga sekarang. Kan aneh. Selain itu, ada juga daerah tertentu yang tak membolehkan pendirian masjid untuk tempat ibadah komunal para warga muslim.
Pemerintah pusat atau pihak berwajib tak menangani persoalan-persoalan itu secara serius, sehingga tak perlu heran kalau ada kelompok masyarkat di daerah yang berani melakukan hal yang sama.
Kasus di Singkli kali ini, bukan mustahil, terinspirasi oleh kasus di Tolikara itu, sekaligus melampiaskan dendam atas perasaan saudara semuslim yang dialami di Tolikara atau daerah lain yang melarang pendirian masjid itu.
Dalam konteks ini pihak berwenang harus juga berlaku adil, dengan mengambil contoh penyelesaian kasusnya seperti di Tolikara. Namun pada saat itu pulalah muncul ancaman serius ke depan, yakni potensi konflik yang bernuansa SARA.
Apalagi jika kemudian perekonomian kita kian dikuasai oleh pemilik modal bukan asli Nusantara ini, maka konfliknya akan berpotensi menyatu antara kebencian terhadap penganut agama dengan kebencian terhadap etnis pendatang yang menguasai ekonomi serta terus mengurus SDA di negeri ini.
Maka, pemerintah harus duduk secara khusus membicarakan potensi masalah ini. Jika tidak, sekali lagi, akan jadi bom waktu dengan berbagai korbannya. Itu semua merupakan bagian potensi yang akan menjadikan warga bangsa ini ke depan akan terbelah (devided society).(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #Kolom #Makan Siang #la ode ida