JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Hari ini, Senin (30/11/2015), Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI melalu Dinas Kebersihan melayangkan surat peringatan (SP) kedua kepada pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi.
Menurut Kepala Dinas Kebersihan Isnawa Adji, jika setelah diberikan SP 2 namun tetap melanggar perjanjian, maka pihaknya akan melayangkan SP 3. Pemutusan kontrak bisa dilakukan jika pengelola tak menjalankan permintaan Pemprov DKI dalam surat ketiga.
"Tak ada jalan lagi selain putus kontrak," pungkas Isnawa.
Menanggapi kebulatan tekad Pemprov DKI untuk memutuskan kontrak dengan pengelola TPST Bantar Gebang, Ketua Komisi A DPRD Bekasi Ariyanto Hendrata menyebutkan bahwa itu merupakan hak Pemprov DKI.
"Ya itu hak Pemprov DKI," kata Ariyanto kepada TeropongSenayan, Senin (30/11/2015).
Ariyanto mengaku, sepak terjangnya selama ini hanya untuk membela hak-hak warga Kota Bekasi.
"Kita hanya konsen pada hak-hak warga kota bekasi yang ada dalam isi perjanjian kerja sama, yang faktanya ternyata banyak yang dilanggar DKI," katanya.
Sementara Ariyanto menegaskan, pihaknya tak mau ikut campur soal hubungan antara DKI dengan PT Godang Tua Jaya selaku pengelola TPST Bantar Gebang.
"Soal hubungan DKI dengan pengelola, kami gak ikut campur. Tapi kami tidak bisa terima jika DKI lepas tanggung jawab akan kewajiban-kewajibannya," katanya.
Kewajiban-kewajiban tersebut merupakan lima belas poin perjanjian kerja sama untuk mengelola TPST Bantar Gebang. Menurut Ariyanto, masih ada poin-poin dari perjanjian tersebut yang belum terlaksana.
Misalnya seperti belum adanya mobil operasional untuk lurah dan camat di Kecamatan Bantar Gebang; Pengadaan sumur artesis yang hanya satu unit dari tiga unit yang dijanjikan; Penurapan Kali Ciasem yang sudah tak layak dimanfaatkan warga karena telah tercemar air limbah sampah; Tidak dicucinya truk pengangkut sampah setelah beroperasi sehingga masih mencemari udara di sejumlah pemukiman penduduk, dan sebagainya.
Akibat tak dilaksanakannya poin-poin dalam perjanjian kerja sama tersebut membuat DKI dianggap telah meremehkan.
"Selama ini DKI meremehkan isi perjanjian," pungkasnya mengakhiri pembicaraan. (mnx)