JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Keberadaan SKK Migas masih menjadi pertanyaan kalangan investor hulu migas. Pasalnya, lembaga pengganti BP Migas ini tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Investor khawatir modal yang akan ditanamkan di bisnis hulu migas tidak dijamin kepastian usaha yang aman.
"SKK Migas itu tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Ini menjadi kekhawatiran perusahaan minyak asing (oil company-red) yang akan berinvestasi di Indonesia," ujar Kardaya Warnika, Ketua Komisi VII DPR RI kepada Teropong Senayan, Jumat (12/12/2014) di Jakarta.
Pendapat Kardaya diamini oleh Lukman Mahfoedz, mantan Presiden Indonesia Association Petroleum (IPA). Baik Kardaya maupun Lukman mengungkapkan para investor khawatir kebijakan bisnis hulu migas masih akan berubah-ubah dengan tidak adanya landasan hukum yang kuat bagi SKK Migas.
"Investasi hulu migas itu butuh dana besar dan jangka panjang. Kalau kebijakan berubah-ubah ini membuat investor merasa tidak aman melakukan investasi," ujar Lukman Mahfoedz yang juga Presiden Direktur PT Medco International ini. Hal ini bisa mengganggu masa depan industri hulu migas di Indonesia.
Akibat tidak memiliki landasan hukum yang kuat, menurut Kardaya, sering sekali SKK Migas tidak bisa mengatasi berbagai persoalan operasional perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang mengelola lapangan migas di berbagai daerah. Hal ini juga menjadi penyebab produksi minyak mentah Indonesia tak bisa kunjung meningkat.
"SKK Migas sering tidak hadir saat ada persoalan dilapangan. Dibiarkanlah perusahaan-perusahaan itu berhadapan dengan instansi pemerintah maupun masyarakat. Ini sangat keliru!," ujar Kardaya yang juga politisi Partai Gerindra ini. Akibatnya tidak sedikit berbagai persoalan seperti itu berlarut-larut.
Kardaya mengingatkan bagi instansi pemerintah maupun masyarakat, umumnya tidak takut menghadapi perusahaan. Mestinya, SKK Migas tampil di depan menghadapi instansi pemerintah maupun masyarakat agar berbagai persoalan operasional hulu migas yang terjadi bisa segera diatasi. (ris)