JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta diingatkan untuk tidak mengeksploitasi pasien sakit jiwa agar bisa mendapatkan hak pilihnya pada gelaran Pilgub DKI 2017 putaran kedua, 19 April mendatang.
Hak pilih Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) menjadi kebingungan tersendiri, mengingat claster sakitnya ribuan pasien ODMK di lima wilayah DKI masih dalam kategori 'sakit jiwa'. Mereka dinilai tidak layak dimasukkan kedalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Demikian disampaikan Wakil Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandi Wilayah Jakarta Barat, Agus Taufiqurrahman, di Posko Pemenangan Anies-Sandi, Cicurug, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (1/4/2017) malam.
Diketahui, ada ribuan orang gila di DKI yang kini tersebar di 4 Panti Laras di wilayah DKI. Yaitu, Panti Bina Laras Ceger, Panti Laras Cipayung, Bina Laras Daan Mogot dan Panti Laras Cengkareng. Total jumlah pemilih di 4 Panti tersebut diperkirakan mencapai ribuan orang.
Agus menjelaskan, pada 27 Maret 2017 lalu, pihaknya telah menggelar rapat koordinasi terkait hak pilih penghuni Panti bersama Komisioner KPU DKI, Bawaslu DKI, Sudin Sosial Jakarta Barat dan Kepala Panti Bina Laras.
Dalam rapat tersebut, dia menyoroti konsistensi Kepala Panti Bina Laras, Hermiaty Bakrie yang sebelumnya telah menyampaikan pembatalan hak pilih pasien Panti kepada KPUD Jakarta Barat.
"Kepala Panti sebenarnya sudah memutuskan pembatalan hak pilih pasien pada 26 Januari lalu. Tapi, saat dikonfirmasi justru mendapat rekomendasi lagi dari Bawaslu untuk dilakukan pendataan ulang. Artinya, tetap saja para pasien mendapatkan hak pilih bahkan jumlahnya makin fantastis," beber Agus.
"Di Panti Laras 1 saja, ada 473 pemilih yang terdaftar dalam DPT. Padahal kita tahu apapun bentuknya pasien di Panti Bina Laras masih berkategori sakit jiwa. Sehingg tidak layak dimasukkan kedalam DPT," tegas Agus.
Hal itu, menurut Agus, mengacu pada UU Pilkada Pasal 57 ayat 3 huruf a yang berbunyi; 'Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat tidak sedang terganggu jiwa atau ingatannya'.
"Karena itu, kami minta KPU DKI melakukan evaluasi ulang dengan tidak memasukkan warga binaan Panti Bina Laras di DPT. Sebab, jika mereka tetap dimasukkan, berarti patut diduga memang ada niat jahat untuk mengekspolitasi orang sakit jiwa di Pilgub nanti," ungkapnya.
Agus menambahkan, tingginya angka orang sakit jiwa di DKI dapat menjadi celah bagi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab untuk memobilisasi hak pilih warga binaan demi perolehan suara paslon tertentu.
"Saya khawatir suara orang sakit jiwa yang belum memiliki kesadaran penuh untuk datang ke TPS itu justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum nakal," katanya.
Menurut Agus, suara warga yang kesehatannya terganggu sangat rentan dipengaruhi atau kalau ada keluarga yang mendampingi mereka, bisa saja pilihannya diarahkan.
"Ini yang masih tinggal di Panti kan karena kesehatannya dianggap 'bermasalah', nah kalau sekarang mereka mau dimasukkan ke DPT karena dianggap sudah sembuh (sehat), ya sudah kembalikan saja ke masyarakat. Biarkan mereka kembali berbaur dengan masyarakat asalnya. Segera kembalikan kepada keluarga masing-masing," tantang Agus.
Tidak hanya itu, Agus juga mempertanyakan keabsahan data kependudukan pasien ODMK yang menjadi warga binaan Panti di seluruh wilayah DKI.
"Makanya, jika tetap ngotot ingin memasukkannya ke DPT, saya kira KPU DKI bersama Sudin Kependudukan harus menelusuri dan memastikan kepastian kependudukan pasien terkait, apakah dia betul-betul warga DK atau bukan?," cetus Agus.
Agus mengingatkan, bahwa mayoritas penyandang sakit jiwa di Ibu Kota adalah mereka yang terjaring razia oleh Dinas Sosial DKI. Sehingga sebagian besar warga status kependudukannya tidak jelas.
"Ingat, jika catatan kami ini tidak dilanjuti, kami akan melakukan langkah-langkah lain. Seperti melaporkan komisioner KPU DKI, Bawaslu, dan Disdukcapil ke aparat penegak hukum atau ke DKPP atas dasar pemufakatan pemalsuan hak pilih," pungkas Agus. (icl)