JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengamat Kebijakan Publik Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah meminta aksi karangan bunga ke Balaikota DKI jelang berakhirnya masa bakti Gubernur DKI Djarot Syaiful Hidayat segera dihentikan.
Sebab, Amir menduga ratusan karangan bunga untuk Ahok-Djarot yang sejak Selasa (10/10/2017) kemarin, berdatangan ke Balaikota DKI, bukan berasal dari perorangan, melainkan karena ada pengepul atau bandar yang ingin memproganda.
Hal tersebut merujuk pada pengiriman bunga ke Balaikota pasca kekalahan Ahok-Djarot di Pilkada DKI 2017 silam, yang ternyata sudah dipesan sebelumnya untuk merayakan kemenangan Ahok-Djarot. Namun karena pasangan yang dimotori PDIP itu kalah, kata-kata pada karangan bunga disesuaikan dengan kekalahan Ahok-Djarot.
Amir menduga hal ini karena tak sedikit dari karangan bunga itu yang terdiri dari satu nama, seolah dibeli secara patungan.
"Mereka (bandar) tentu punya database pendukung Ahok-Djarot. Jadi, tinggal dipakai saja (nama-nama) itu," kata Amir saat berbincang dengan TeropongSenayan, Jakarta, Rabu (11/10/2017) malam.
Karenanya, Amir meminta agar aksi kirim bunga tersebut segera diakhiri. Karena sangat tidak sehat. Dia memandang, aksi tersebut terkesan emosional dan baper (terbawa perasaan) dan sama sekali tidak mendidik masyarakat secara politik.
"Kalau mengacu pada teori Sun Tzu, pengiriman karangan bunga dari para pendukung Ahok-Djarot itu seolah-olah ingin unjuk kekuatan, dan ini juga dapat dibaca bahwa kemenangan Anies-Sandi di Pilkada 2017 kemarin telah membuat mereka ketakutan, sehingga mereka kini sibuk dengan dirinya sendiri, semacam mencari teman," beber Amir.
Ketakutan itu, lanjut Amir, merupakan imbas dari perilaku mereka sendiri selama perhelatan Pilkada DKI 2017 lalu, yang cenderung memaksakan kehendak.
"Mereka ini kaum yang tidak mau yang lain selain Ahok-Djrot yang menang dan kembali berkuasa untuk periode kedua. Sayangnya takdir berkehendak lain, dan mereka tetap tidak bisa menerimanya," jelas Amir.
Dengan demikian, kata Amir, klaim bahwa mereka kelompok yang mengaku paling demokrasi dan toleran, ternyata justru sebaliknya. "Jadi, mereka inilah kelompok intoleran sesungguhnya," cetus Amir.
Perilaku membabi buta itu, tambah Amir, jelas menunjukkan ketidakdewasaan para pendukung Ahok-Djarot dalam berpolitik.
Padahal Anies-Sandi telah menegaskan bahwa jika mereka terpilih menjadi gubernur periode 2017-2022 melalui Pilkada DKI, mereka akan menjadi gubernur dan wagub bagi seluruh warga Jakarta.
"Jadi, pendukung Ahok-Djarot tak perlu menjadi paranoid," katanya.
Amir yakin, dengan perilaku pendukung Ahok-Djarot yang seperti ini, perjalanan Anies-Sandi mengelola pemerintahan Jakarta setelah dilantik pada 16 Oktober 2017, tidak akan mudah.
"Lihat saja, sekarang saja ocehannya sudah macam-macam. Belum apa-apa sudah menuntut agar janji-janji kampanye Anies-Sandi dibuktikan. Padahal dilantik saja belum," tandas Amir berseloroh. (icl)