JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Keputusan eks Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat yang menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 137 Tahun 2017, tentang Panduan Rancang Kota Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta berbuntut panjang.
Pengamat Kebijakan Publik dari Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah menyatakan, Pergub yang diterbitkan Djarot sebelum lengser dari kursi DKI-1, pada 2 Oktober itu berpotensi mengantarkan Djarot ke dalam geruji besi.
"Djarot tidak bisa tidur nyenyak karena berpotensi menjadi tersangka. KPK saat ini sedang menelusuri itu, makanya kemarin Sekda, Kepala Bappeda, sampai pimpinan dewan diperiksa semua," kata Amir saat berbincang dengan wartawan di DPRD DKI, Jakarta, Kamis (2/11/2017).
Amir memaparkan, indikasi Pergub 137 bermasalah antara lain karena dikeluarkan sebelum Perda Tata Ruang Zonasi disahkan.
Selain itu, ada juga kaitannya dengn perbedaan hasil pembahasan dan penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dari Rp 10 juta menjadi hanya Rp 3 juta.
"KPK sekarang sedang menelusuri ini, karena ada indikasi main," katanya.
"Makanya, kita jangan kaget kalau tiba-tiba Jokowi kemarin menegaskan jika dirinya tidak terlibat apapun dengan reklamasi. Jokowi ngaku tak pernah cawe-cawe soal reklamasi baik waktu jadi Presiden maupun waktu Gubernur. Dia mau cuci tangan karena sadar ini barang busuk," ungkap Amir
Diketahui, eks Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menerbitkan Peraturan Gubernur tentang Panduan Rancang Kota Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Peraturan Gubernur Nomor 137 Tahun 2017 itu terbit pada 2 Oktober lalu.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Tuty Kusumawati mengatakan peraturan gubernur itu akan menjadi rancangan tata kota atau urban design guideline (UDGL) definitif Pulau G.
Sebab, pembahasan dua Raperda Reklamasi Mandek di DPRD DKI Jakarta. Dua Raperda itu ialah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTTKS Pantura).
"Sebenarnya UDGL itu turunan rancangan Perda Tata Ruang (RTTKS Pantura). Karena Perdanya belum ditetapkan, makanya jadi indikatif Pergubnya,” kata Tuty di Balai Kota, Jakarta Pusat, pada Jumat (13/10/2017).
Tuty menjelaskan, Pergub tersebut disahkan atas permintaan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
Pasalnya, dua hasil reklamasi teluk Jakarta, yang sanksi administratif-nya (moratorium) telah dicabut lebih dulu, yakni Pulau C dan D, telah memiliki rancangan tata kota.
"Bagian dari pencabutan sanksi itu dimintakan juga untuk dibuatkan UDGL indikatifnya," kata Tuty.
Selain itu, Sekertaris Daerah DKI Saefullah memastikan bahwa pembahasan dua Raperda reklamasi di DPRD DKI tidak bisa dilanjutkan di masa pemerintahan Djarot Saiful Hidayat.
Usai rapat gabungan membahas surat Pemprov soal kelanjutan pembahasan Raperda Reklamasi di DPRD DKI, dia mengatakan pembahasan terpaksa dilanjutkan di masa pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur pemenang Pilkada DKI Jakarta 2017, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik usai menjalani pemeriksaan di KPK, Selasa (31/10/2017), mengaku dimintai keterangan soal korporasi dan Pulau G berkaitan proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Soal korporasi berkaitan dengan Pulau G,” kata Taufik.
Lebih rinci, Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta itu menjelaskan materi yang dipertanyakan terkait Pulau G. Khususnya mengenai Panduan Rancang Kota (PRK) Pulau G.
"Pulau G kan sudah keluar soal panduan namanya panduan PRK, itu yang dipertanyakan. Kita kan gak tahu karena itu Pergub zamannya Pak Djarot," ujarnya.
PRK atau urban design guidlines merupakan panduan perencanaan kawasan yang memuat beragam kriteria guna pembangunan, baik fisik sarana prasarana (sapras) dan fasilitas umum, fasilitas sosial, utilitas, maupun lingkungan.
"Justru ditanya soal itu saja, karena kami kan gak paham keluarnya Pergub itu," sambung Taufik.
Selain itu, ia memaparkan beberapa pertanyaan lain yang diajukan kepadanya. Total ada sekitar 12 pertanyaan yang dia terima. Di antaranya termasuk kembali disinggung sedikit soal kontribusi tambahan dan izin korporasi dalam penggarapan proyek reklamasi Pulau G.
"Tadi lebih ditanya soal korporasi lah. Misalnya untuk Pulau G saja ada Pergub yang tanggal 2 Oktober 2017 keluar ya, zamannya Pak Djarot," tandasnya. (icl)