JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengamat Energi Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean mengaku mulai pesimis dengan kemampuan Pemerintahan Jokowi-JK mengambil alih Freeport. Namun tetap harus optimis terhadap opsi pengambilalihan tersebut.
Demikian itu dikemukakan Ferdinand terkait perubahan kontrak karya Freeport yang rencananya akan diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM.
"Kita juga harus realistis dalam hal ini, jika melihat kemampuan ekonomi bangsa, akan agak sulit bagi kita mengambil alih Freeport, tapi bukan tidak mungkin kita mampu," ujarnya kepada TeropongSenayan di Jakarta, Rabu (17/6/2015).
Dia mengatakan bahwa kemampuan Indonesia dalam mengelola sumber daya alam tidak kalah hebatnya dengan negara lain. Hanya saja, persoalan klasik selalu mengemuka yaitu persoalan finansial.
"Secara teknologi, saya yakin kita mampu mengelola freeport tanpa kendala. Satu-satunya hambatan kita adalah dari sisi kemampuan pembiayaan, yang meski agak berat tapi sesungguhnya kita bisa carikan jalan solusinya," tukas dia.
Mengenai kebijakan Freeport, memang sangat disayangkan sikap lemah dari kementrian ESDM, Sudirman Said harusnya bisa lebih berani dengan mengultimatum Freeport.
"Seharusnya langkah yang diambil oleh Kem ESDM terkait Freeport adalah, pertama memberikan kepastian perpanjangan kontrak dengan syarat, smelter harus selesai selambat-lambatnya 3 tahun, peningkatan royalti hingga minimal 10%. Selama smelter belum selesai maka dikenakan bea keluar sebesar 20%, divestasi saham hingga 49% minimal, dan menerima BPK sebagai auditor Freeport," tandas dia.
Jika Freeport tidak menerima syarat ini kata dia, sebaiknya berikan kepastian bahwa kontrak tidak akan diperpanjang.
"Kita ambil alih Freeport seluruhnya, jika kita tidak mampu sendirian, maka kita cari investor lain yang siap masuk dengan syarat-syarat yang menguntungkan bagi negara. Saya yakin banyak investor yang mau masuk," ujarnya.
"Kita bisa ambil porsi lebih besar, uangnya dari mana? Saya usulkan batalkan PMN ke BUMN senilai 67T dan alihkan untuk pengambil alihan Freeport, saya yakin DPR akan setuju, Yang tidak setuju berarti antek asing. Negara harus tegas, jangan lagi mau di dikte oleh perusahaan sekelas Freeport, jika dengan Freeport saja kita takut, bagaimana kita mau mandiri dan berdaulat?," tandas dia.
Jadi, lanjut dia, harus ada langkah strategis dan taktis dari Kementerian ESDM, jika tidak mampu dan tidak berani, Sudirman Said mengundurkan diri.
"Jangan gadaikan harga diri bangsa karena orang-orang bermental penakut dan pengecut," tegas dia.
Masalahnya, kata dia, sekarang bukan terletak pada IUPK atau KK. Tapi memang ada kelebihan IUPK, dimana IUPK ini lebih menegaskan bahwa pemilik adalah negara.
"Tapi ini kan kesannya hanya jadi basa basi jika kita tidak punya keberanian bertindak. Memang IUPK lebih menguatkan negara daripada KK. Tapi sekali lagi itu hanya akan jadi basa basi semata jika kita masih bermental pengecut seperti sekarang, Bukti kepengecutannya dimana? Lha untuk eksekusi UU MINERBA NO 4 THN 2009 kita gak berani kok sama Freeport dan Newmont. Itu UU lho bukan sekedar kontrak kerja. Apalagi cuma IUPK, ya pasti gak bermanfaat jika mental pengecut masih dipelihara," tuntas dia. (iy)