Opini
Oleh La Ode Ida pada hari Selasa, 29 Sep 2015 - 12:08:27 WIB
Bagikan Berita ini :

Salim Kancil dan Kesadisan Bisnis

1580e3e778e7b0003f4b7e0051f76bfe9c1ea46d5b.jpg
Kolom Santai Siang Bareng La Ode Ida (Sumber foto : Ilustrasi/TeropongSenayan)

Sungguh sadis cara menghabisi Salim Kancil, seorang aktivis lingkungan dan juga petani di Lumajang, Jatim. Dihabisi nyawanya dengan cara disiksa terlebih dulu, disetrum, dipukuli dan digergaji.

Para pelakunya sungguh kehilangan rasa kemanusiaan, dan yang menonjol adalah kebiadaban bahkan melampaui binatang buas.

Padahal Salim dan beberapa temannya hanyalah orang-orang kecil yang mengekspresikan hak-hak azasi mereka, bahkan membela masa depan generasi, karena penghabisan SDA di daerah mereka merupakan bagian dari upaya mengancam sumber hidup anak cucu ke depan.

Tapi mengapa dengan begitu teganya mereka diancam dan Salim dihabisi?

Saya menduga hal itu terkait dengan kepentingan pemilik modal yang bukan mustahil menjadi bagian dari karakter kontemporernya di negeri ini.

Pertama, pemilik modal merasa punya segalanya, merasa diback up oleh kekuasaan (seperti Kades yang mungkin ditugasi organisir preman pembunuh Salim), oleh aparat keamanan, sehingga siapapun penghalangnya maka harus dihabisi.

Toh yang bertindak menghabisi bukanlah pemilik modalnya langsung, melainkan sebagian rakyat miskin pula yang diperdaya dengan hanya mengeluarkan sejumlah kecil uang. Sehingga dengan sendirinya pihak pengusaha bisa cuci tangan dan bebas dari tuntutan hukum pidana.

Kedua, kekerasan dan pembunuhan terhadap Salim, mungkin bagi sebagian pebisnis, merupakan cara memberi pelajaran agar tak ada lagi orang-orang yang bisa menghalangi rencana bisnis mereka ke depan. Karana siapa saja yang kritis maka harus siap menanggung risiko dihabisi seperti halnya Salim.

Ya..., begitulah. Maka ke depan akan kian habis para aktivis kritis, seperti halnya juga saat ini yang umumnya terkooptasi oleh kekuasaan dan pemodal. Lalu, pada siapa lagi kita berharap untuk membela hak rakyat dan lingkungan bagi generasi ke depan?

Sulit untuk menjawabnya sekarang ini. Karena, jika jujur diakui, masyarkat sipil di bangsa ini umumnya terjinakkan oleh modal dan kekuasaan. Bahkan tak jarang di antara figur-figur barisan civil society dijadikan instrumen untuk kepentingan dua pihak itu.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #Kolom  #Makan Siang  #la ode ida  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
IDUL FITRI 2025 AHMAD NAJIB Q
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
IDUL FITRI 2025 WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2025 HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2025 HERMAN KHAERON
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Peran Intelijen Di Negeri Sendiri Sebagai Problem Solving Bukan Problem Taking

Oleh Sri Radjasa
pada hari Rabu, 02 Apr 2025
Era orde baru meninggalkan legacy intelijen, dengan stigma sebagai alat represif penguasa terhadap kelompok oposisi dan menyebar teror untuk menciptakan rasa takut publik. Kekuasaan orde baru, telah ...
Opini

Disabilitas Menteri atau Menteri Disabilitas

Indonesia masih sering memandang curriculum vitae sebagai simbol status sosial, bukan sebagai rekam jejak kompetensi. Banyak pejabat yang ingin menjabat kembali demi membangun citra sebagai tokoh ...