JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Kelompok relawan pendukung calon petahana gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), atau yang tergabung dalam komunitas 'Teman Ahok', terus mengajak warga DKI untuk mengumpulkan KTP. Hal itu ditujukan untuk warga yang menginginkan Ahok maju sebagai calon independen pada Pilkada DKI 2017 mendatang.
Aksi pengumpulan KTP terebut dimonitor dari sekretariat Teman Ahok yang berkantor di Graha Pejaten IV Nomor 3, Jakarta Selatan.
Belakangan, diketahui kantor itu ternyata berlokasi diatas lahan milik Pemda DKI Jakarta.
Direktur Eksekutif, Center For Local Government Reform (CELGOR) Budi Mulyawan memaparkan, kantor sekretariat Teman Ahok yang sudah ditempati sekitar 8 bulan itu, jelas melanggar aturan.
"Telah terjadi penyalahgunaan fasilitas rakyat untuk kepentingan politik praktis pribadi Ahok sebagai calon incumbent Gubernur DKI Jakarta," kata Budi, Jakarta, Jumat (18/3/2016).
Karena itu, Budi mendesak agar Teman Ahok segera angkat kaki dari kantor tersebut. Sebab menurutnya, rumah dinas Pemda DKI Jakarta itu tidak boleh digunakan untuk kepentingan syahwat politik Ahok.
"Harus segera diusir kantor sekretariat Teman Ahok dari aset-aset Pemda DKI. Mereka jelas telah memakai sarana dan prasarana Pemda yang seharusnya dipakai untuk kepentingan umum dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik pribadi," tegas Budi.
Dijelaskan Budi, aset-aset rumah dinas Pemda DKI di Graha Pejaten itu berada di bawah kewenangan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
"Aset itu memang pemanfaatannya boleh disewakan kepada pihak ketiga. Tapi itu harus melalui prosedur ke BPKAD dan diketahui oleh DPRD," ungkapnya.
"Saya yakin, DPRD pasti tidak akan menyetujui Teman Ahok memakai aset milik Pemda DKI itu untuk pentingan politik," tambah Budi.
Kalau pun betul disewa, lanjut Budi, kemana Teman Ahok membayar, berapa harga sewanya dan itu semua harus masuk ke kas daerah, dan semua harus diaudit dengan transparan.
Politisi senior PDI Perjuangan ini menilai, belakangan memang ada kecenderungan sang calon incumbent Ahok terkesan seenaknya memakai fasilitas milik Pemda.
Menurut dia, tidak mungkin Ahok tidak mengetahui soal pemakaian rumah elit yang berada di Graha Pejaten itu.
Dikatakan Budi, Graha Pejaten sebelumnya merupakan kompleks rumah wakil gubernur yang dulu berjumlah empat unit.
"Dulu, di sebelah rumah keempat wakil gubernur itu berjejer rumah untuk petinggi partai (Golkar, PPP, PDI). Setelah Orde Baru tumbang, partai tumbuh subur dan ketiga rumah itu pun telantar," bebernya.
"Rumah mantan wakil gubernur DKI tetap dikelola oleh Biro Perlengkapan Pemprov DKI, sedangkan rumah DPRD DKI diurus pihak swasta yang tidak jelas nama perusahaannya," pungkasnya.
Sekarang pertanyaannya, apakah Ahok tidak mengetahui soal pemakaian rumah elit yang berada di Graha Pejaten itu?
Diketahui, rumah dinas pejabat Pemda dan DPRD DKI itu memang banyak yang disewakan kepada pihak ketiga.
Rumah yang sebelumnya tergolong rumah dinas pejabat elite DPRD dan pejabat Pemprov DKI Jakarta itu kini banyak yang sudah tidak terawat dengan baik. (mnx)