JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Syarif mendukung langkah Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya yang menyasar mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Ahok diperiksa terkait dugaan korupsi penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) reklamasi pulau Teluk Jakarta pada awal Februari 2018 lalu.
Syarif mengaku, pihak DPRD tidak tahu menahu soal proses penentuan harga yang diputuskan Pemprov DKI saat itu.
Karenanya, Syarif menilai, langkah penyidik Polda Metro sudah tepat mengingat dalam kasus tersebut Ahok sebagai penguasa DKI sudah barang tentu mengetahui dinamika penentuan angka tersebut.
"Tidak apa-apa (Ahok diperiksa), malah bagus. Karena polisi kan merasa ada yang janggal itu (penentuan NJOP). Pak Ahok sebagai kepala daerah mungkin dianggap banyak tahu prosesnya, makanya diperiksa," kata Syarif ditemu TeropongSenayan, Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Syarif juga mengaku mendukung penuh penelusuran yang tengah dilakukan penyidik Polda hingga kasus tesebut nantinya menjadi terang benderang.
"Saya kira bagus, buka saja. Biar semuanya jelas. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Toh tujuannya baik, biar semua pihak mendapatkan kepastian hukum," ucap Syarif santai.
Diketahui, sebelumnya, Ahok yang saat ini ditahan di Mako Brimob sudah didatangi penyidik Polda. Ahok dicecar dengan 20 pertanyaan terkait proses penentuan NJOP pulau reklamasi.
"Kami sudah mintai keterangan pihak Ahok sekitar awal Februari lalu di Mako Brimob. Sebanyak 20 pertanyakan kami lontarkan," kata Kombes Adi Deriyan, Dirreskrimsus PMJ, di Mapolda Metro Jaya, Kebayoranbaru, Jakarta Selatan, Senin (26/2/2018) kemarin.
Penyidik mencecar Ahok pertanyaan-pertanyaan terkait kebijakan penetapan NJOP proyek reklamasi tersebut.
Ahok diperiksa dengan status saksi lantaran dirinya masih menjabat gubernur ketika proses penetapan NJOP pulau reklamasi.
"Pemeriksaan hanya kami lakukan sekali. Pak Ahok telah menyampaikan soal proses pembangunan reklamasi sesuai dengan dokumen-dokumen yang sudah diperoleh penyidik," kata Adi.
Diketahui, hingga kini penyidik telah memeriksa sebanyak 42 saksi terkait kasus tersebut. Puluhan saksi tersebut terdiri dari pejabat daerah seperti Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI, Edi Sumantri, hingga pejabat Kementerian.
NJOP di pulau reklamasi C dan D dinilai terlampau kecil karena hanya ditetapkan sebesar Rp 3,1 juta per meter persegi oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta. Padahal, seharusnya NJOP di pulau reklamasi C dan D bisa mencapai antara Rp 25 juta-Rp 30 juta.
Akibat penetapan NJOP itu pengembang Pulau C dan D, PT Kapuk Naga Indah, bisa mendapatkan HGB setelah menyetor nilai NJOP sebesar Rp 400 milliar.
Karenanya, polisi kini mendalami adanya dugaan korupsi dan kini kasusnya sudah dalam tahap penyidikan.(yn)