JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi A DPRD DKI Jakarta dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) saat membahas penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait unjuk rasa, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (10/11/2015) kemarin sempat berlangsung tegang.
Pada kesempatan tersebut, sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas), organisasi profesi, hingga organisasi intra dan ekstra kampus pun diundang untuk memberikan masukan.
Salah seorang mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang hadir menilai, melalui Pergub tersebut Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah menghambat demokrasi.
Dia menolak adanya pembatasan pengeras suara yang diperkenankan saat melakukan unjuk rasa, maksimal 60 desibel. Menurutnya hal itu tak masuk akal.
Bahkan, ia sebagai seorang muslim juga mengaku tersinggung dengan pembatasan tersebut. Menurut dia, secara tidak langsung aturan itu juga 'menyalahkan' pengeras suara yang ada di beberapa masjid dan mushala.
"Ini gaya lama, ingin mengekang demo mahasiswa. Kalau pengeras suara kami dianggap terlalu keras, kenapa speaker adzan di masjid dan mushala tidak di Pergub kan juga sekalian?" ujar dia.
Mahasiswa dengan jas almamater itu juga menganggap, peraturan yang sudah direvisi dengan Pergub Nomor 232 Tahun 2015 bernuansa komunis.
"Ahok ini sudah seperti komunis, anti-kebaikan. Karena itu, kami minta Ahok sadar dan tobat sebelum kita usir dari Indonesia," tegas dia. (mnx)